Sabtu, 12 Mei 2012

Muntiacus montanus (Sumatran Muntjac)

Muntiacus montanus (Sumatran Muntjac)
Kijang sumatra atau Kijang gunung
Diketemukan Kijang Gunung Yang Dianggap Punah !

Kijang Gunung (Muntiacus montanus), species kijang yang tidak ditemukan dalam 100 tahun terakhir dan dianggap telah punah ditemukan kembali di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Spesies langka tersebut ditemukan kembali oleh tim Pelestarian Harimau Sumatra (PHS) dari Balai Taman Nasional Kerinci Seblat dan Fauna dan Flora International (FFI).
"Pertama kali ditemukan pada 8 Agustus 2002 saat Montanus terjerat perangkap pemburu dan tim kami melepaskannya," kata Perwakilan dari FFI Indonesia, Dr J Sugardjito, di Jakarta, Jumat (10/10). Dia mengatakan spesies yang dianggap punah ini ditemukan diketinggian 2.400 meter Gunung Kerinci, sekitar 15 kilometer dari lokasi penemuan tipe specimen yang sama yang ditemukan di daerah Sungai Kring oleh Robinson dan Kloss pada tahun 1914.
Ia mengatakan saat melakukan ekspedisi tersebut Robinson dan Kloss hanya menemukan bukti tengkorak dan kulitnya saja. Bukti tersebut disimpan di Raffles Museum Singapore, tapi hilang saat evakuasi pada tahun 1942 begitu Jepang menduduki Singapura.
Untuk saat ini foto Kijang Gunung yang dimiliki oleh tim PHS dari Balai Taman Nasional Kerinci Seblat dan FFI, merupakan satu-satunya bukti di dunia bahwa spesies tersebut masih hidup di Taman Nasional Kerinci.
Sementara itu, menurut peneliti mamalia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), DRB Gono Semiadi, untuk meyakinkan ahli bahwa temuan ini merupakan Kijang Gunung yang telah punah dibutuhkan waktu satu tahun untuk penelitian.
"Keyakinan sudah ada dari foto dan catatan dari buku-buku taksonomi, tetapi untuk bisa yakin 100 persen perlu ada pembanding yaitu tengkorak asli Kijang Gunung tersebut. Sayangnya yang di Singapura hilang, karena itu kami coba meminjam dari pemburu yang mungkin memilikinya," ujar dia.

Menurut dia, spesimen dari kijang yang telah punah ini didapat dari Belanda pada 1930. Sedangkan deskripsi awal dari Robinson dan Kloss bukan saja warna kulit yang lebih gelap yang berbeda dengan jenis kijang muntjak yang biasa ditemui di Sumatra, Bangka, dan Malaysia, tetapi juga tetapi ukurannya yang lebih kecil.

Kijang Sumatera (Muntianus montanus)

Foto yang dimiliki FFI tersebut telah diteliti oleh Peneliti Inggris Robert Timmins, Profesor Dr Colins Grove dari Australian National University, dan DR Gono Semiadi dari LIPI (sumber: facebook Mr. Hamdan (Dosen/Peneliti pada Universitas Sumatera Utara)

Cairina scutulata (Mentok Rimba)

Mentok Rimba ( Cairina scutulata ) kerabat dekat entok yang terancam punah ada di Sumatera Utara (IUCN Red List Category & Criteria: Endangered A2cd+3cd+4cd;C2a(i) ver 3.1), Mentok Rimba atau dalam nama ilmiahnya Cairina scutulata adalah sejenis burung dari keluarga bebek (suku Anatidae). Spesies ini termasuk salah satu burung air yang paling langka dan terancam punah di dunia. Mentok Rimba juga dikenal dengan beberapa nama sepertiSerati, Mentok Hutan, Bebek Hutan atau Angsa Hutan. Dalam bahasa Inggris spesies ini dikenal sebagai White-winged Wood Duck.

Berbentuk mirip dengan mentok peliharaan (Cairina moschata), Mentok Rimba memiliki panjang tubuh (dari paruh hingga ke ujung ekor) sekitar 75 cm.

Tubuh umumnya berwarna gelap atau kehitaman, dengan sisi bawah sayap (ketika terbang) berwarna putih. Kepala dan leher putih, kadang-kadang dengan bintik-bintik kehitaman. Paruh dan kaki kekuningan atau jingga kusam. Tidak seperti mentok peliharaan, tak ada lingkaran merah di sekeliling mata.

Mentok Rimba

Pada masa lalu, Mentok Rimba hidup tersebar luas mulai dari India timur laut, Bangladesh, Asia Tenggara, Sumatra hingga Jawa. Pada tahun 2002 populasinya di seluruh dunia tinggal lagi 800 ekor; dengan sekitar 200 ekor menyebar di Laos, Thailand, Vietnam dan Kamboja, sekitar 150 ekor di Sumatra, terutama di Taman Nasional Way Kambas, dan 450 ekor di India, Bangladesh dan Myanmar. Di sumatera utara, mentok rimba dapat di jumpai di Rawa Pesisir Pantai Barat Tapanuli Selatan.

AYAM KINANTAN

Ayam Kinantan

AYAM KINANTAN

Ayam Kukuak Balenggek (AKB) sebenarnya adalah ayam lokal (buras) asli Sumatera Barat yang pada awalnya ditemukan dibeberapa desa di Kecamatan Payung Sekaki dan Tigo Lurah (antara lain; Simanau, Simiso Batu Bajanjang, Garabak Data, Rangkiang, Muaro dan Rangkiang Luluih) Kabupaten Solok. Konon ceritanya, ayam kukuak balenggek berasal dari keturunan ayam kinantan milik Cindua Mato yang mengawini ayam hutam di Bukit Sirayuah Kecamatan Payung Sekaki dan berkembang biak hingga sekarang.

Secara sepintas ayam kukuak balenggek hampir sama dengan ayam lokal (ayam buras) biasa, namun ciri-ciri utama dari ayam ini adalah suaranya yang merdu terutama untuk jantan, dimana suara kokoknya yang panjang dan bertingkat-tingkat (balenggek) 6 sampai dengan 15 tingkat kokoknya.

Keterbatasan “Plasma Nutfah” ayam ini, akibat semakin banyaknya yang dijual keluar daerah menyebabkan populasinya semakin menurun, bahkan jumlah kokok yang panjang (banyak lenggek) makin jarang terdengar di daerah asalnya karena berpindah tangan kepada penggemarnya di kota-kota. Semakin hari akibat kelangkaannya, harga pererkornya lebih tinggi, sehingga merupakan potensi yang perlu digarap melalui penangkarannya.

Ayam kukuak balenggek ini telah mendunia karena pada tahun 1981 seorang insinyur Belanda membawa sepasang ayam ini ke negara Belanda, karena dia terkesan dengan suaranya yang merdu dan indah. Pada tahun 1994 seorang pejabat kita memberikan cindera mata kepada Pa
ngeran akishinonomiya Fumihito dari Jepang, beliau sangat terkesan sekali dengan keanggunan ayam ini sehingga beliau memerintahkan beberapa materinya harus memiliki ayam ini. Yang lebih menariknya dari ayam kokok balenggek ini adalah pada waktu-waktu tertentu diadakan "Lomba Ayam Kukuak Balenggek" yang memperlombakan kemampuan dan kemerduan suaranya. (dikutif dari facebook Bang Hamdan/Dosen Universitas Sumatera Utara)


Kamis, 10 Mei 2012

KAMBING HUTAN

Kambing Hutan

Kambing Hutan

Kambing Hutan Sumatera (Sumatran Serow) atau yang dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Capricornis sumatraensis sumatraensis adalah jenis kambing hutan yang hanya terdapat di hutan tropis pulau Sumatra. Di alam bebas keberadaan fauna ini semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa ini dikategorikan dalam “genting” atau “Endangered”.

Ciri khas Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) ini adalah bertanduk ramping, pendek dan melengkung ke belakang. Berat badannya antara 50 – 140 kg dengan panjang badannya mencapai antara 140 – 180 cm. Tingginya bila dewasa mencapai antara 85 – 94 cm.

Kambing Hutan Sumatera ini mempunyai habitat di hutan-hutan pegunungan dataran tinggi sumatera. Diantaranya diperkirakan di ditemukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Hutan Ekosistem BatangToru- Kab. Tapanuli selatan yang secara administratif berlokasi di Provinsi Sumatera Utara
Barred Buttonquail ((Turnix suscitator atrogularis) “Gemak” termasuk dalam genus TURNIX yang berbeda dengan COTURNIX, perbedaan yang menonjol pada jumlah jari kakinya. Coturnix mempunyai 4 jari kaki, tiga menghadap kemuka dan satu ke belakang.

Turnix hanya mempunyai 3 jari kaki yang menghadapke muka. pecies Turnix di Indonesia ada 8 jenis. Salah satunya adalah Turnix suscitator atrogularis di Sumatera Utara.